Bacaan untuk ibadah keluarga sektor di seluruh GPIB rabu malam, tanggal 29 Juni 2016 sangat menarik.
Bacaan diambil dari 2 Korintus 8:16-24. Bagian perikop ini merupkan sambungan dari bagian sebelumnya yang menjelaskan akan adanya Pelayanan Kasih, yaitu program mengumpulkan dana yang dilakukan oleh sebuah team yang dipimpin oleh Titus, untuk dikirimkan ke Yerusalem dalam rangka membantu keuangan para Rasul di sana.
Bacaan ini mau menjelaskan bahwa untuk urusan uang, apalagi untuk jumlah yang besar, sangat diperlukan kepercayaan dari para penyumbang. Untuk itu Rasul Paulus bukan hanya memilih Titus yang sudah terbukti jujur, tetapi juga rajin, tulus serta melaksanakan tugas pengumpulan dana itu dengan kerelaan penuh sukacita. Selain itu Paulus juga terbuka dalam hal ini.
Dalam 2 Korintus 8: 20-21 tertulis sebagai berikut: "Sebab kami hendak menghindarkan hal ini: bahwa ada orang yang dapat mencela kami dalam hal pelayanan kasih yang kami lakukan dan yang hasilnya sebesar ini. Karena kami memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia."
Rasul Paulus bisa saja berprinsip, yang perlu Tuhan tahu kalau saya dan team saya jujur. Tetapi Rasul Paulus tidak mau menjadi batu sandungan bagi jemaat yang mudah diombang ambingkan oleh isyu atau gosip yang tidak bertanggung jawab.
Dikaitkan dengan tanggung jawab keuangan gereja masa kini, diperlukan tata kelola yang baik atau yang biasa dikenal dengan istilah "good governance." Tata kelola yang baik ini, diwajibkan bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar modal (go public). Tetapi perusahaan itu hanya bertanggung jawab kepada publik, sedangkan gereja juga bertanggung jawab kepada Tuhan. Oleh karena itu, gereja sepatutnya juga menerapkan Tata Kelola Yang Baik.
Konsep "governance" memiliki banyak definisi, tergantung tujuan yang dituntut pemangku kepentingan (stake holders). Kamus webster mendifinisikan governance sebagai tindakan atau proses penatalayanan, yang ditandai oleh arah dan kendali dari otoritas (pemerintah). Sementara British Council mendefinisikan governance sebagai mencakup interaksi antara lembaga formal (misal gereja) dengan masyarakat sipil (misal jemaat dan masyarakat sekitar gereja). Governance atau tata kelola yang baik mengacu kepada sebuah proses dimana masyarakat sipil adalah pemegang kuasa, kewenangan dan pengaruh serta memberlakukan kebijakan dan keputusan terkait peningkatan kehidupan sosial masyarakat.
Bagaimana governance ini diterapkan di GPIB, khususnya GPIB Jemaat Sangkakala di Jakarta Barat?
Tahun pelayanan di GPIB, dimulai dari April tahun berjalan ke Maret tahun berikutnya. Penata layanan di GPIB dipercayakan kepada Majelis Jemaat yang dipilih oleh jemaat untuk masa layan 5 tahun. Setiap 2 tahun 6 bulan dipilih minimal 5 orang dari antara Majelis Jemaat untuk menjadi anggota Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) yang akan melaksanakan tata kelola pelayanan yang bertanggung jawab.
Setiap bulan Januari, setelah PST (persidangan sinode tahunan) terlaksana, PHMJ akan mengundang warga sidi jemaat (artinya jemaat yang sudah sidi) untuk memberi masukan, baik kritikan untuk pelayanan Majelis Jemaat sejak April - Desember tahun sebelumnya, serta masukan berupa saran perbaikan atau kegiatan untuk tahun pelayanan berikutnya (April tahun berjalan sampai Maret tahun berikut). Pertemuan warga sidi Jemaat ini diarahkan untuk sesuai dengan tema tahunan gereja. Tema tahunan gereja sendiri tunduk kepada tema pelayanan jangka panjang gereja, yang telah ditentukan secara bersama dalam Prsidangan Majelis Sinode, sebelumnya.
Dengan masukan deri pertemuan warga sidi jemaat ini, PHMJ mengarahkan Komisi dan Pelayanan Kategorial atau yang disingkat PELKAT (PA, PT, GP, PKP, PKB dan PKLU) untuk menyusun program kerja selama setahun berikut.
Dengan berpedoman realisasi program untuk 3 triwulan (April - Desember), Komisi dan Pelkat menyusun program kerjanya. Agar program kerja ini tidak tumpang tindih dan selaras dengan tema tahunan serta memperhatikan masukan dari warga sidi Jemaat sebagai pemangku kepntingan, perlu dibahas dalam sebuah loka karya, dimana semua program kerja itu dibahas bersama. Program kerja ini harus sudah masuk dan dibahas dalam loka karya paling lambat awal Maret tahun berjalan.
Program kerja ini selanjutnya dirangkum menjadi Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) untuk dibawa ke Sidang Majelis Jemaat (SMJ) yang khusus untuk menerima dan memutuskan agar RKA ini dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pelayanan di tahun pelayanan berikutnya. Dalam hal ini SMJ memiliki diskresi untuk mengurangi atau menambah program serta mata anggaran.
Apabila RKA dapat diterima dan disetujui oleh SMJ, maka menjadi tugas PHMJ untuk merealisasikannya. Dalam hal ini PHMJ di GPIB Jemaat Sangkakala diberi kewenangan untuk melampaui anggaran sepanjang tidak lebih dari 10% pos yang anggarannya terlampaui. Setiap minggu, PHMJ mengadakan rapat untuk mengelola dan mengendalikan RKA tersebut, dan setiap minggu juga hasilnya dilaporkan dalam Warta Jemaat dan terbuka untuk dipertanyakan atau dimintakan pertanggungjawaban dari PHMJ.
Dalam pelaksanaan RKA ini PHMJ diawasi oleh Badan Pemeriksa Perbendaharaan Jemaat (BPPJ) yang dipilih dari antara Jemaat yang dinilai memiliki integirtas dan kompetensi sebagai pemeriksa (biasanya memiliki latar belakang akuntansi). Laporan BPPJ ini bukan saja dibahas di SMJ (Sidang Majelis Jemaat) yang biasa diadakan setiap 3 bulan sekali, tetapi juga diminta oleh Majelis Sinode dalam rangka menyetujui susunan PHMJ di sebuah jemaat GPIB.
Tata Kelola Yang Baik di GPIB ini, khususnya di GPIB Jemaat Sangkakala, apabila dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, bukan saja akan menyenangkan hati Tuhan, Sang Kepala Gereja, tetapi juga menjadi kesaksian yang baik bagi jemaat dan masyarakat di sekitar di mana gereja berada, dan pada akhirnya Nama Tuhan Dimuliakan.
No comments:
Post a Comment